Air
mata menyatu dalam air
Tanah
Air
Jasmaniah
berdarah
Nomerator
takkan sanggup mengalkulir
Roh
jasadi marhum-marhumah
Tersohor
tapi gugur
Darah
dibalik jasa
Telah
berkibar perkasa di angkasa
Warisan
Belum
genap seabad puncak sengsara berlabuh
Ahli
waris mengombang-ambing
Memutilas
balutan sukma
...
Kini
telah redah
Tapi
beribu roh pasti gemetar
Melihat
rumah kediamannya
Ahli
waris tersohor
Tapi
takut gugur
Makassar,
November 2009
***
Potongan-potongan kalimat tersebut aku namai dengan PUISI. Mungkin itu tidak sama dengan yang pada umumnya orang-orang buat BAGUS & sangat BAGUS. Apalagi jika aku mau bandingkan dengan puisi yang dibuat oleh ahlinya atau sastrawan baik yang ada saat ini maupun dulu tentu ini sangat jauh dari penyebutan puisi. Namun disini aku merasa perlu untuk menorehkan kata-kata tersebut yang terangkai dari sebuah emosi karena adanya bisikan hati bahwa ia (hati) sedang merasakan sesuatu yang berbeda dari yang seharusnya.
Jika dulu orang-orang Indonesia "kuno dan jadul" dibandingkan dengan orang-orang lainnya (itu hanya dari luarannya saja), tetapi hati dan pikirannya maju dan jaya. Terbukti hari ini masih ada orang-orang Indonesia. Semua itu karena perjuangan rela mati demi anak cucu, DEMI INDONESIA. -Kalau tidak percaya baca sejarah, nenek moyang rela mati demi anak cucu, bangsa & negara...... :)
Saat ini sudah tidak seperti itu lagi. Jangankan rela mati demi bangsa melihat kecoak saja sudah takut. Pencitraan meraja lela demi kekuasaan. Terlihat gagah padahal alai-lebai-jablai. Yah itulah realita. Intinya Tersohor Tapi Takut Gugur.
