Arsad Ddin: Puisi
Tampilkan postingan dengan label Puisi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Puisi. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 06 April 2019

Buku - Kumpulan Cerita Pendek: TEKAD MENUJU IBU KOTA

Sejak Tahun 2009 saya suka menulis cerita pendek dan pusi. Waktu itu saya tulis tangan di lembaran kertas hvs atau pun di buku tulis. Namun saya menulis disaat mau aja. Eh lambat laun cerita-cerita yang saya tulis mencapai belasan judul jadi kepikiran untuk dibukukan. Dan cerita-cerita saya ini saya sebut dengan 
Mendengarkan
SUARA HATI DARI PELOSOK NEGERI

Cover Belakang dan Cover Depan


Logo Buku

Selasa, 24 Maret 2015

Puisi - Rat Karib Kucing

Isak tangis adikku redalah sudah
Terlelap dinina bobokan

Biar
Tidurlah jangan takut
Salak anjing meraung menggonggong
Siap menguntai


Adikku
Kelak kau melihat kucing kecilmu berbulu putih
Bermain kejar-kejaran di lubang tikus
Datang mengeong minta ikan
Jangan heran!
-liang itu liang besar-

Jika kau tak buat perangkap
lemari dapur sama saja tidak terkunci

Rat indah menjijkkan adalah penggerogotnya

Kucing kecilmu lahap
Melahap lauk sarapanmu
Tinggal serpihan tulang-tulang yang tersisah

Jika kau tidak buat perangkap
satu dua tiga
Lemarimu tinggal ditambal

Kucing kecilmu tak berdaya
Jangan heran!
-Rat karib kucing

By
Arsad Samsuddin

Puisi - Sudah Anda Terpilih?

Pendengaran
Penglihatan
Perasaan
Diutus oleh pemilik pertiwi yang tak henti terjarah
Kepada kita yang terpilih

Sudahkah Anda terpilih?


Disaat dia bertamu
Dia mendekat lalu berbisik
...

Disaat dia pulang
Bisikan itu terus mengalun sedih penuh harap

Sejenak diam terpaku

Dalam diam aku
Hati menjerit melirik kemulut
Mulut hanya bisa bungkam

Hati menjerit melirik ketangan
Tangan mengulur
Menguntai kata

Dalam untaian aku
Hati mendikte
Tangan merangkai pengaduan
Hendak kepada siapa yang terketuk membuka

Jantung massa rakyat
Segala penjuru berdenyut
Rindu tokoh-tokoh tua
Memuja kaum sesama
(Dalam sejarah)

Meneriaki tokoh-tokoh tua
Tidak tahu diri
(Dalam reformasi)

Muda boleh bereriak
Tua boleh bertetiak
Tua-muda berteriak
Muda sampai tua berteriak
Semua berteriak
Berteriakkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk
"Maling teriak maling"

Denyut jantung yang lain
Meneriakkan Tauhid
Sembari air mata batin menetes
Melihat darah dibalik Pancasila telah usang

Seribu langkah memang pasti
Serubu aral juga pasti

Mereka itu bukan kalian
Mereka itu adalah mereka


By

Arsad Samsuddin

Puisi - Senyum Yang Malu


Ingin rasanya ikut terhempas ke bibir pantai
Bersama hembusan angin
Dari deretan hamparan nan hijau

Menghapus jejak aib
Di atas ukiran hitam burtiran-butiran pasir putih
Dikala berlari memaling ke negeri lain
Mencari senyum
Senyum yang malu

Sebab getah jejeran pulau
Hijau nan rindang disela lautan biru
Tak mampu merekat

Meleleh terurai

Ah mengikat menyimpul
Mengerat napas

Mengukir prestasi
Dalam gelap yang gelap

Meng-Indonesia-nisasikan babu-budak

--------

Arsad Samsuddi
Polewali Mandar, Oktober 2010

Puisi - Ketika Mayat Berbicara

Menengadah sejauh pandang
Di atas hamparan awang
Tak bertepi tak berujung
Cerah kehidupan

Berselimut angin pagi
Udara sejuk dingin
Bertiup sepoi menyayat
Dimanja rimbunan pohon
Di bawah mata yang berbinar-binar


Langit cerah
Udara sejuk
Air jernih
Ingin hidup melebur bersamanya
Tuk selama-lamanya

Tapi kini telah merana
Tak ada langit yang cerah
Langit penuh awan yang pekat

Tak ada udara yang sejuk
Udara penuh polusi dan bara kematian

Tak ada air yang jernih
Air penuh limbah dan racun

Ketika mayat berbicara
Membenarkan ketiadaan itu
Masikah kita mengumbar seribu satu kehidupan?

Masihkah amanah itu terpelihara?
Atau apakah hidup ini sama dengan mati?

Semua mati akibat kehidupan
Tapi tidak secepat itu

Oh mati ditikam retorika palsu


Makassar, Juni 2010

Arsad Samsuddin

Puisi - Harta Yang Tersisah Ditengah Kebiadaban Nafsu Manusia

Sesampainya aku di depan pintu
Kau merayu                                                                            
Hingga kutergoda
Tergoda masuk kelambu

Bertumpuh sebatang tongkat
Merabah lembah-lembahmu
Membuat jari-jariku basah terpeleset licin
Di atas lumutan batumu


Aku terus menyusuri batang tubuhmu
Mendaki bukit-bukit
Hingga kau baringkan aku
Terlelap di pucuk gunungmu

Meski remang-remang menyelimuti kemesraaan
Tetap kuabadikan dalam genggaman kameraku
Biar aku sering-sering datang
Melepas lelah denganmu

Lihatlah
Aneka bunga
Aneka pohon yang mewarnai  kediamanmu
Aneka binatan bersuara merdu
Mengintip dibalik semak-semak
Mengintip dibalik ranting-ranting
Seakan cemburu melihat rayuanmu

Sayang
Jangan biarkan kutu busuk merayapi tubuhmu
Mencukur bulu-bulumu
Hingga lembah-lembahmu gatal kekeringan
Gunung-gunungmu tak lagi menyimpan air kehidupan

Karena
Kau adalah harta yang tersisah
Ditengah-tengah kebiadaban nafsu manusia

Sayang
Jika esok aku pergi
Do'akan semoga lusa aku pulang
Mempertanggungjawabkan tetesan keringatku
Yang mengalir di atas tubuhmu

Sungguh petualang cintaku
Terselip di negeri sendiri
Memadu asmara panorama alam
Ciptaan Tuhan

---
Polewali Mandar, Februari 2010

Arsad Samsuddin



Puisi - Tersohor Tapi Takut Gugur


Darah meresap dalam tanah
Air mata menyatu dalam air
Tanah
Air

Jasmaniah berdarah
Nomerator takkan sanggup mengalkulir
Roh jasadi marhum-marhumah
Tersohor tapi gugur

Darah dibalik jasa
Telah berkibar perkasa di angkasa
Warisan

Belum genap seabad puncak sengsara berlabuh
Ahli waris mengombang-ambing
Memutilas balutan sukma

...
Kini telah redah

Tapi beribu roh pasti gemetar
Melihat rumah kediamannya

Ahli waris tersohor
Tapi takut gugur

Makassar, November 2009

 ***
Potongan-potongan kalimat tersebut aku namai dengan PUISI. Mungkin itu tidak sama dengan yang pada umumnya orang-orang buat BAGUS & sangat BAGUS. Apalagi jika aku mau bandingkan dengan puisi yang dibuat oleh ahlinya atau sastrawan baik yang ada saat ini maupun dulu tentu ini sangat jauh dari penyebutan puisi. Namun disini aku merasa perlu untuk menorehkan kata-kata tersebut yang terangkai dari sebuah emosi karena adanya bisikan hati bahwa ia (hati) sedang merasakan sesuatu yang berbeda dari yang seharusnya.

Jika dulu orang-orang Indonesia "kuno dan jadul" dibandingkan dengan orang-orang lainnya (itu hanya dari luarannya saja), tetapi hati dan pikirannya maju dan jaya. Terbukti hari ini masih ada orang-orang Indonesia. Semua itu karena perjuangan rela mati demi anak cucu, DEMI INDONESIA. -Kalau tidak percaya baca sejarah, nenek moyang rela mati demi anak cucu, bangsa & negara...... :)

Saat ini sudah tidak seperti itu lagi. Jangankan rela mati demi bangsa melihat kecoak saja sudah takut. Pencitraan meraja lela demi kekuasaan. Terlihat gagah padahal alai-lebai-jablai. Yah itulah realita. Intinya Tersohor Tapi Takut Gugur.

Ad Placement

Sastra

Puisi

Cerpen