Arsad Ddin

Tutorial

Cerpen

Puisi

Ad Placement

Foto

Video

Selasa, 20 Februari 2024

Pola yang Tak Pernah Usai: Kenangan Cinta Masa SMK

Aroma mesin jahit tua dan benang terbakar menusuki indra Rini, membawanya kembali ke masa putih abu-abu. Bangku belakang kelas Tata Busana SMK Harapan Jaya. Di sanalah, di bawah bayang mesin jahit tua, ia pernah menyembunyikan perasaan pada sosok bernama Gilang.


Gilang, sang ketua kelas dengan senyum jahil dan tangan cekatannya menggerakkan jarum mesin. Ia selalu sigap membantu Rini yang masih kaku. Sentuhan hangat jemarinya kala membimbing jemari Rini sering memicu getaran aneh di hati gadis itu.


Mereka kerap berdiskusi soal tugas jahit, berdebat tentang tren fesyen terkini, hingga berbagi cerita hidup di bawah gemuruh mesin. Gelak tawa mereka kadang mengundang tatapan tak suka guru, tapi tak jadi soal. Bagi Rini, saat-saat itulah dunia terasa sempurna.


Suatu sore, Gilang mengajak Rini berlatih membuat pola gaun malam. Dengan gugup, Rini mengangguk. Detik-detik bersama Gilang di ruangan sepi saat senja terasa magis. Jari mereka tak sengaja bersentuhan saat mengukur kain, menimbulkan aliran listrik tak kasat mata.


"Rin, kenapa mukanya merah?" tanya Gilang, suaranya serendah bisikan.


Rini tersadar, wajahnya pasti memanas. "Hah? Enggak kok, panas aja ruangannya."


Gilang tertawa pelan, senyumnya membuat jantung Rini berdebar. "Kamu tahu, Rin? Gaun ini bakal cantik banget kalau dipakai sama kamu."


Kata-kata Gilang terngiang lama di telinga Rini. Perasaan di hatinya semakin bertumbuh, namun ia tak berani mengungkapkannya. Ia takut kehilangan momen indah ini, takut pertemanan mereka berubah.


Hingga akhirnya, kelulusan tiba. Di bawah langit senja, mereka berpelukan, mengucapkan selamat tinggal dengan perasaan tertahan. Gilang berbisik, "Jangan lupain aku, ya, Rin."


Rini mengangguk, air mata hampir tumpah. Perpisahan itu menandai akhir kisah cinta tak tersampaikan.


Kini, puluhan tahun berlalu. Rini sukses menjadi desainer ternama. Takdir mempertemukannya kembali dengan Gilang, dalam sebuah pameran busana. Mereka berbincang hangat, mengenang masa lalu dengan senyum haru.


"Kamu masih simpan gaun itu, Rin?" tanya Gilang, matanya menerawang.


Rini mengangguk pelan. Gaun yang pernah mereka buat bersama, gaun yang tak pernah ia kenakan, gaun yang menyimpan rahasia cintanya.


"Aku juga masih simpan pola bajunya," ujar Gilang, "pola yang aku buat khusus untukmu, sebagai pengingat bahwa perasaanku nggak pernah berubah."


Senyum Rini mengembang. Walaupun kisah mereka tak berujung pelaminan, cinta masa SMK itu tetap hidup, hangat dan abadi dalam detak nadi mereka. Mungkin cinta tak selalu harus memiliki, cukup dengan saling menghargai dan mengenang indahnya masa lalu.


Di antara lilitan benang dan gaun-gaun indah, bersemi kisah tak lekang waktu. Detak jari di masa lalu berpadu dengan detak jantung di masa kini, menjadi melodi cinta yang tak pernah selesai dilantunkan.

Jumat, 22 Januari 2021

Cerita Singkat - Jarak & Kesetiaan (Cerita Ujian Kesetiaan di Dunia Kerja)


Kalimantan...! Sebuah kata terakhir darimu. Aku tau nada itu bukan hanya sebuah ungkapan kaget. Tetapi bentuk protes terhadap keputusanku untuk merantau jauh meninggalkan desa kita demi mimpi kelak bisa bersamamu. Kamu bilang tidak harus Kalimantan. Aku masih ingat dan selalu mengingat itu. Perih.


Aku berharap kamu mau memaafkan dosa yang pernah kugadaikan. Dan maafkan aku tidak bisa lagi menebusnya.


Telah berlalu sehari. Telah terjadi malam kesatu. Aku tak dapat memutarnya lagi. Keringat Abang telah jatuh menetes basah disini. Semalam di tanah rantau ini.


Jika besok, lusa, atau kapanpun kamu tau kabar ini. Aku rela menerima sumpah serapah darimu. Aku salah.


Sebulan kemudian...


Tenang aja mantan. Aku doain kamu bahagia dengan pasanganmu disana. Aku juga sudah bahagia dengan Abangku disini bersama anak saudagar dari desa seberang.


Arsad Ddin

Bekasi, 22 Januari 2021

Kamis, 21 Januari 2021

Hatiku Milikmu (Cerita Cinta HRD & Jobseeker)


Namun ceritamu itulah membuatku ada di pelukanmu selamanya, Mas. Kamu lelaki yang tak punya rasa, tega meninggalkan dara cantik disebuah acara anniversary kesatu hubungan kalian berdua. Padahal dia baik padamu. Selogis apapun pembelaan darimu semua wanita hatinya akan hancur. Wajar saja jika itu pertemuan terakhir kalian. Semua salah kamu, Mas. Anehnya, seakan tidak ada penyesalan & rasa salah dirimu padanya.

Bahkan aku masih ingat, siang itu kamu datang di depan mejaku duduk di kursi dengan sangat tenang seolah tak ada beban lainmu. Pertanyaan-pertanyaan yang kuajukan sebagai HRD Perusahaan, kamu jawab dengan bagus. Sepertinya kamu benar-benar siap dengan tujuannmu hari itu.

Hari itu, dua tahun yang lalu, Mas. Hari ini untuk selamanya buat kita berdua. 

Ternyata kamu laki-laki hebat. Laki-laki yang berkali-kali lamaran kerjanya ditolak, tapi perusahaan ini menerimamu dengan sangat baik. Dan kini hatiku juga sudah kamu miliki.


Pengarang

Arsad Ddin

Bekasi, 21 Januari 2021

Pukul 08.23 WIB.

Minggu, 20 Desember 2020

Blogger Pemula - 2 Konten Banyak Dicari Orang Terbukti Bisa Mendatangkan Pundi-pundi Uang, Kamu Wajib Mencobanya


Selamat datang sobat di blog ini. Terima kasih sudah berkunjung. Postingan kali ini gue akan sharing mengenai konten apa saja yang menarik untuk dikelola bagi bloger pemula. Menarik karena konten yang bakal gue sharing banyak bangat peminatnya. Banyak orang yang butuh informasi tersebut. Tidak ada matinya dan selalu akan dicari banyak orang.

Namun sebelum gue sharing konten tersebut, diakhir tulisan ini gue bakal kasi tips dan strategi agar pengunjungnya banyak. Kenapa perlu pengunjung? Karena dari situlah awal mula pendapatan kita. Apalah arti sebuah blog jika tidak ada yang baca.

Baiklah, konten yang sobat bisa coba yaitu:

1. Konten beasiswa

Info beasiswa adalah salah satu yang paling laris dicari orang. Sobat bisa buktikan sendiri. Coba buka instagram, lalu cari #infobeasiswa. Akun-akun penyedia sumber informasi beasiswa tersebut banyak banget, loh.

Selain di instagram, blog/website juga banyak banget yang menyediakan informasi beasiswa. Search aja sekarang di google.

Jadi gini, informasi beasiswa yang ada di blog dan sosial media, sobat boleh jadikan sumber awal untuk mencari sumber utama beasiswa itu. Intinya untuk memastikan apakah benar ada informasi beasiswa tersebut. Atau apakah informasi beasiswa tersebut masih relevan.

Berikut langkah-langkahnya:

  • Survey sumber beasiswa di sosial media dan blog penyedia info beasiswa
  • Cek kebenaran informasi beasiswa tersebut di website atau sosial media resmi penyedia beasiswa
  • Jika benar ada informasinya, tinggal olah deh informasi tersebut kedalam blog atau sosial media, sobat.
2. Konten Lowongan Kerja

Penyadia informasi lowongan kerja saat ini sangat banyak. Baik melalui sosial media maupun  website. Sobat bisa cari di google atau instagram. Misal di instagram, lakukan pencarian: info lowongan kerja, info loker, atau lowongan kerja, dan lain sebagainya. Banyak banget, kan.

Sama halnya dengan info beasiswa di atas. Informasi lowongan kerja tersebut, Sobat bisa jadikan informasi awal. Selanjutnya cek website atau sosial media resmi perusahaan terkait. Jika informasi lowongan kerja tersebut ada, jangan ragu untuk menginformasikan kembali melalui blog yang sobat buat. Tapi pastikan lowongan tersebut masih berlaku. Jangan pernah posting lowongan kerja yang sudah tidak berlaku. Termasuk lowongan kerja yang belum bisa dipastikan kebenarannya, lebih baik tidak perlu di posting.

Soal konten lowongan kerja, gue bagi saran. Tidak semua lowongan kerja yang ada sobat bisa post, tapi cari lowongan kerja yang sejenis, misalnya:

  • Lowongan kerja kelapa sawit
  • lowongan kerja pertanian
  • lowongan kerja pendidikan
  • lowongan kerja akuntansi, dan
  • Lain sebagainya.

Atau lowongan kerja yang bersifat satu daerah/wilayah, misal:

  • Lowongan kerja Jakarta
  • lowongan kerja kalimantan
  • lowongan kerja medan, dan
  • Lain sebagainya.

Kenapa perlu dibuat pengelompokan seperti di atas? Karena untuk memudahkan orang menemukan konten sobat. Apakah salah semua informasi lowongan kerja di posting? Tidak salah. Tapi jika sobat juga sebagai pemula, saran gue seperti itu. Dan gue sudah buktikan.

Oke sob. Selain kedua konten di atas, masih banyak konten yang saat ini sangat disukai banyak orang, seperti konten lucu-lucuan, konten edukatif, konten tutorial dan lain sebagainya.

Intinya. Buatlah konten yang banyak dicari orang. Informasi beasiswa peminatnya sangat banyak. Pelajar dan mahasiswa di Indonesia saat ini begitu banyak. Mereka butuh informasi itu, Sob. Sama juga dengan informasi lowongan kerja. Semua orang butuh informasi lowongan kerja karena butuh pekerjaan. Jadi tunggu apa lagi sobat.

Baiklah sobat. Di awal gue janjiin bakal kasi tips dan strategi agar pengunjungnya banyak. Berikut:

  1. Setelah menemukan konten yang pas, silakan rutin posting informasi yang sobat ingin bagikan di blog
  2. Buat akun media sosial seperti instagram, linkedIn, facebook, dan lainnya. Tapi untuk langkah awal, sobat bisa fokus di instagram aja dulu.
  3. Update konten secara teratur di instagram. Kontennya bersumber dari blog yang sobat kelola. Dan rangsang followers berkunjung ke blog yang sobat kelola.
Tetap semangat. Lakukan sekarang. Jangan tunggu lama-lama nanti diambil orang. Tidak ada akun sosial media & blog yang instan. Hanya perlu kemauan dan konsisten. Lambat laun akan dikenal orang.

Gue sendiri mencapai titik terang setelah satu tahun mengelola blog dan instagram. Ditahun kedua sudah semakin terasa baik. Paid Promoted (PP) di instagram sudah mulai bermunculan. Dan Blog gue sudah monetisasi dan punya akun google adsense di tahun kedua. Jadi tetap semangat. Tokopedia berkata, mulai aja dulu.

Mengatasi Adsense - Ada Kesalahan Perayap Iklan yang Dapat Mengakibatkan Hilangnya Pendapatan

Notifikasi Ada Kesahalah Perayap Iklan (Foto Arsad Ddin)


Selamat datang sobat. Terima kasih sudah berkunjung di blog ini. Gue akan membagikan salah satu pengalaman pertnama yang "mengagetkan" selama main adsense. Sebagai pemula, tentu saja gue sangat kaget saat melihat notifikasi di akun google adsense. Pesannya seperti ini: Ada kesalahan perayap iklan yang dapat mengakibatkan hilangnya pendapatan.

Sebelum muncul notifikasi tersebut, satu hari sebelumya gue membuat postingan blog, lalu postingan tersebut tidak muncul saat diakses. Tidak ada isi tulisan di bodi blog. Akhirnya gue upload ulang. Hasilnya tetap tidak bisa. Tanpa pikir panjang gue hapus tulisan tersebut dan update kembali dengan sedikit modifikasi isi dan ganti link-nya. Akhirnya bisa.

Keesokan harinya muncullah notifikasi: Ada kesalahan perayap iklan yang dapat mengakibatkan hilangnya pendapatan. Setelah gue cek, penyebabnya adalah tulisan yang kemarin bermasalah.

Notifikasi di Akun Google Adsense Kesalahan Perayap Iklan

Gue menyadari ini ada masalah yang harus diselesaikan. Tapi gue abaikan. Hasilnya selama 2 hari itu pendapatan di blog gue turun drastis hingga 80% dari hari-hari sebelumnya.

Baiklah, langsung saja ke cara penyelesaianya:

Silakan masuk ke halaman blog sobat, pilih setelan, Crawler dan pengindeksan, Aktifkan robots.txt kustom, robots.txt kustom. Perhatikan langkah berikut ini:



Selanjut dibagian nomor 3 di atas (robots.txt kustom) maukkan kode dibawah ini (tulisan yang berwarna merah ganti dengan nama blog sobat) :

User-agent: *
Allow: /
Disallow: /search

Sitemap: https://www.namabloganda/sitemap.xml
Lihat hasil langkah nomor 4 pada gambar dibawah ini. Lalu pilih simpan. Selesai deh.


Oh ya, barangkali sobat ingin melihat blog yang gue maksud, berikut blognya: 
https://www.haisawit.my.id/.

Sabtu, 28 Maret 2020

Cerpen - Tangisan Cantik Dikebisuan Malam


Malam kian larut. Bayang-bayang suram berbaris di bawah sinar purnama. Awan mengambang di awang-awang, bergerombol lalu-lalang di angkasa. Angin pun kian mencekik. Aliran sungai terus memercik di antara bebatuan berlumut.
Dua orang anak laki-laki sedang asyik memburu ikan yang sedang istirahat malam di pinggiran sungai yang dangkal. Nampak sorot mata udang yang berkilau kecil oleh cahaya senter. Udang itu perlahan mundur tahu situasi dalam bahaya. Salah sorang dari anak itu membidiknya hingga udang itu tak bisa berbuat apa-apa. Satu per satu udang di sepanjang pinggiran sungai dangkal berhasil ia bidik.
Dihamparan karan bebatuan pipih, dibawah purnama di malam itu, kedua anak tersebut kembali ke perkemahan mereka. Nampak beberapa kemah berjajar beratap daun rotan di pinggiran sungai. Beberapa tumpukan api mampu mengurangi rasa kebekuan malam itu. Di atas bara api terpanggang ikan-ikan yang mulai mengering hasil tangkapan seharian Hasan dan kawan-kawan.
Dengan hati yang riang, kedua anak tersebut tengah asyik menikmati udang-udang hasil tangkapan berusan di pinggiran sungai. Satu per satu udang-udang yang masih segar itu memenuhi bara api. Lumayan, cukup buat penghangat malam beku itu.
Desir angin malam yang bertiup sepoi di antara dedaunan yang ranum kian menusuk kulit. Nampak dari kejauhan beberapa orang berjalan menyusuri pinggiran sungai kian mendekati perkemahan. Mereka adalah rombongan Hasan yang telah kembali ke perkemahan setelah lelah menangkap ikan di sungai sepanjang malam itu. Kedua anak yang menjaga perkemahan memperbesar nyala apinya.
Sampailah sudah orang-orang itu di perkemahan. Dengan suara yang riuh disertai tawa penuh kegembiraan suasana perkemahan yang tadinya sunyi kini telah ramai. Suara burung malam seolah menghilang dalam keriuhan orang-orang itu.
Nampak beberapa orang yang tengah sibuk membersihkan diri di pinggiran sungai yang dangkal. Sementara yang lain disibukkan dengan ikan-ikan hasil tangkapan malam itu. Yang lainnya mengelompokkan ikan-ikan sesuai dengan ukurannya. Malam itu, hasil tangkapan ikan lumayan banyak. Mulai dari ikan mujair, ikan emas, belut, dan jenis ikan lainnya yang ukuran kecil maupun ukuran besar semuanya ada.
Salah seorang diantara mereka mulai memotong-motong ikan-ikan itu. Satu dua tiga tumpukan-tumpukan ikan kian membesar. Tumpukan-tumpukan ikan tersebut akan dibagikan ke semua orang-orang yang ada saat itu. Semuanya harus mendapatkan bagian sesuai dengan peranannya masing-masing tak terkecuali kedua anak yang bertugas menjaga perkemahan.
Potongan-potongan ikan siap dibagikan. Ikan ukuran kecil tidak dipotong dan nampak masih utuh dalam tumpukan.
Malam kian rapat. Orang-orang mulai terlihat capek dan lelah dan beberapa diantaranya mulai kantuk. Namun masih terlihat beberap orang-orang tua sibuk dengan rutinitas keagamaannya yang sempat tertunda. Mereka sedang melaksanakan sholat isya. Sedangkan yang lainnya mulai memanggang ikan bagiannya di atas bara api sebelum ia tinggal tidur.
Kini tiba waktunya membaringkan tubuh di atas hamparan karang pipih setelah seharian penuh lelah menangkap ikan disepanjang sungai yang mereka lalui. Bara api kian menyala dan terdengar letusan-letusan kecilnya. Sedang air sungai terus mengalir memercik di sela-sela batu. Suara-suara malam kian membisu ditengah riuhnya tiupan angin yang menerpa pepohonan. Sementara beberap orang tengah terdengar suara ngoroknya.
---
Dari kejauhan terdengar salak anjing. Sementara di atas sebuah rumah panggung terdengar suara beberapa orang. Cahaya pelita terlihat dari sela-sela dinding bambu. Nampak beberapa orang sedang sibuk. Salah seorang wanita cantik terbaring di atas bilah bambu yang beralaskan tikar daun pandan. Wanita tersebut sedang dibantu seorang wanita tua. Tidak jauh dari wanita itu terlihat beberapa orang tua duduk bersila melingkar mengelilingi sebuah pelita.
Ditengah kewas-wasan, tiba-tiba keharuan di atas rumah mungil itu pecah seiring dengan pecahnya sebuah tangisan cantik dari seorang bayi yang baru lahir.
“Alhamdulillah, Fatimah melahirkan dengan selamat.” Ucap seorang wanita tua, Sang Dukun yang sedang membantu lahiran Fatimah dengan selamat.
“Alhamdulillah....” Ucap semua orang yang menyaksikan lahiran itu.
“Bayinya laki-laki atau perempuan, Nek?” Tanya seorang gadis kecil yang ikut menyaksikan prosesi lahiran itu, yang tak lain adik ipar Fatimah sendiri.
“Bayinya cantik. Cantik seperti kamu. Cantik seperti mamanya.” Jawab nenek itu.
Sementara itu, ibu Fatima sendiri sedang sibuk di dapur memasak air. Beberapa menit kemudian airnya mendidih dan telah masak.
Tengah malam yang purnama, Sang Putri kecil terus melantungkan tangisannya seakan kedua bibir tipisnya mengucapkan mantera baiat bahwa ia telah lahir ke dunia yang fanah ini dengan tangan menggenggam keras ditengah keharuan dan kegembiraan orang-orang di sekelilingnya yang telah lama menunggunya tanpa kesaksian Sang Ayah. Sang Ayah yang tengah berjuang demi memenuhi kebutuahn hidup keluarga kecilnya. Sang Ayah yang tidak sempat mengumandangkan adzan dan iqamah saat ia lahir sehingga kakeklah yang harus melakukan itu.
Tangisannya terus mewarnai kebisuan malam itu di atas tumpahan-tumpahan air hangat yang membasahi bersih kulit-kulit tipisnya.
Beberap menit kemudian setelah Fatimah dan Sang buah hati pertamanya membersihkan diri di tengah malam itu yang dibantu oleh dukun dan orang-orang yang hadir, Fatinah meminang buah hatinya. Fatimah terbayang betapa lengkapnya kebahagiaanya malam itu dan betapa gembiranya Hasan, suaminya jika ia juga berada disisinya dan menyaksikan perjuangan antara hidup dan mati melahirkan Sang buah hati pertama mereka dengan selamat dan cantik.
Dua hari yang lalu, lepas sembahyang subuh ia sempat merasakan sesuatu dari perutnya yang sedang buncit tua itu. Dan Hasan suaminya sempat menanyakannya. Namun Fatimah menganggapnya mungkin itu hal yang biasa-biasa saja. Akhirnya pagi-pagi sekali Hasan pamit kepada isterinya yang tercinta itu untuk pergi bersama rombongan orang-orang di kampungya yang akan menangkap ikan di sebuah sungai yang lumayan jauh dari desa mereka.
Melihat wajah suaminya, Fatimah tak mau menghalangi keceriahan dan kemauan yang menggebu-gebu di hati suaminya itu untuk ikut pergi bersama rombongan di desanya itu.
Syukurlah, atas permintaan Hasan menjelang sore hari orang tua Hasan atau mertua Fatimah datang ke rumah mereka untuk menemani Fatimah selama Hasan belum ada di rumahnya. Menjelang sholat isya orang tua Fatimah pun juga datang menjenguk Fatimah dari desa sebela. Kedua orang tuanya datang dari desa sebelah dengan berjalan kaki melewati hutang, pegunungan, kali, dan sungai besar selama kurang lebih 4 Jam. Jarak antara desa orang tua Fatimah dengan desanya kurang lebih 20 KM. Fatimah bukan penduduk asli di desa yang sedang ia tempati saat ini. Fatimah tinggal dan menetap di desa tersebut setelah menikah dengan Hasan. Selepas keduanya menikah mereka langsung menetap di desa Hasan, suaminya.
Dengan penerangan pelita, Fatimah tak henti-hentinya memandangi gadis kecilnya. Ia pun menidurkan gadis kecilnya lalu berbaring di sisinya menanti sisa malam agar segera berlalu berharap semoga besok suaminya pulang secepatnya.
---
            Tiupan angin kian riuh, menerpa dedaunan, mengiris kulit, menembus sweater yang membalut tubuh Hasan. Tiupan angin itu malah menambah kerisauan dan kegundahan akan keadaan seperti apa yang sedang terjadi terhadap Sang Isteri tercintanya yang ia tinggal di rumahnya. Hasan selalu terbayang akan wajah cantik isterinya yang setahun sudah ia nikahi dan kini sedang hamil tua mengandung buah hati pertama hasil dari cinta dan kasih sayang mereka.
“Timah, isteriku sayang. Bagaimana keadaanmu sekarang sayang? Semoga senantiasa baik-baik selalu.” Ucap Hasan dalam hatinya yang penuh dengan kekhawatiran terhadap isteri tercintanya.
Dalam kegundahan dan kegelisahan Hasan mengangkat kedua belah tangannya seraya memohon kepada Tuhan agar isterinya senantiasa dalam Lindungan-Nya.
“Ya, Allah. Ya Rabbii. Ya Tuhanku yang Esa yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Kasihani dan sayangilah isteriku serta lindungilah ia dalam kesehariannya. Ya Rabbi yang Maha Perkasa hamba titip isteri hamba kepada-Mu. Hanya kepada-Mulah kami meminta dan memohon perlindungan. Aamiin....”
---
Polewali Mandar, 2010

Cerpen - Bumi

Pernakah Anda melihat sebuah bola? Ya, pernah. Bagaimana bentuk bola itu? Bentuk bola itu bundar, jawabku.
Golf, pernah lihat? Pernah. Bola kasti? Pernah juga. Lalu bola apa lagi yang pernah Anda lihat? Banyak, masih banyak bola yang pernah aku lihat. Contoh yang lain? Contohnya bola kaki.
Oke, baik. Dari ketiga bola itu –golf, bola kasti, bola kaki— bola mana yang lebih besar? Yang lebih besar tentu bola kaki.
Ya, betul. Yang lebih besar diantara ketiga bola tersebut adalah bola kaki. Nah, coba bayangkan Anda berdiri di dekat bola kaki dan bola itu Anda ambil dan meletakkannya di atas kedua belah tangan Anda sejajar dengan perut. Ketika Anda akan melepaskan kedua belah tangan Anda pasti bola itu akan jatuh.
Tahu tidak? Planet apa yang Anda tempati sekarang?
Planet yang aku tempati sekarang adalah bumi.
Betul, planet yang Anda tempati sekarang adalah bumi. Bentuk bumi itu bundar sama seperti bola. Tapi, bumi itu tidak ada yang memegang. Bumi itu ada dan berputar sesuai dengan porosnya. Berbeda dengan bola ketika dipegang lalu dilepaskan pasti bola itu terjatuh.
Pernahkah aku berpikir bahwa bumi ada tanpa tiang dan penyanggah, dan mengapa bisa bumi tidak terjatuh? Kenapa demikian, singkatnya sebab bumi berada dalam suatu kekuasaan dan kendali Sang Pencipta, yaitu Allah SWT.
Kembali kepada bola kaki tadi. Aku bayangkan bola itu masih tetap berada dalam peganganku, kemudian aku perhatikannya. Setelah aku pandangi dan memperhatikannya, ternyata bola itu kecil dan bisa aku kendalikan. Bahkan jika aku ingin merusak bola itu, gampang saja aku merusaknya. Aku ambil jarum dan pisau misalnya, lalu aku kempiskan, kemudian aku potong-potong, tentu seketika bola itu rusak dan hancur tidak ada artinya lagi.
Jika aku membayangkan bahwa bola itu masih dalam penguasaan pandanganku, lalu bola itu berubah menjadi bumi, bumi yang aku tempati saat ini, bumi yang menyimpan keindahan, kemewahan, kezaliman, dan semua seisinya berada di dalamnya. Terus aku harus kemana untuk menghindari keadaan itu? Apakah aku harus berlari mendaki puncak gunung atau masuk ke dalam gua sedangkan semua itu adalah isi bumi? Dan apakah kemewahan, keindahan, pangkat, jabatan, perselingkuhan, dan seterusnya ... semua itu masih penting?
Hhhhh... Untung belum terjadi. Tapi suatu saat pasti akan terjadi dan lebih dahsyat kejadiaanya dari pada apa yang aku pikirkan. Ah.... betul kah itu? Ya, betul.
Apakah awal mulanya bumi ini sudah seperti ini kondisinya, penuh dengan perkelahian, perebutan kekuasaan, kezaliman, penuh asap, limbah, sampah, dan lainnya...?
Oh, begini. Manusia diciptakan kemudian dibekali dengan ilmu pengetahuan. Perlu aku tahu bahwa manusia itu, awal mulanya hanya satu, yaitu Adam. Adam diciptakan dari tanah dan merupakan mahkluk yang paling sempurnha tidak seperti binatang apalagi kera. Tetapi anak cucu Adam termasuk aku bisa saja lebih jelek dari binatang seekor kera bahkan lebih jelek dari seekor binatang melata sekali pun kalau aku tidak berjalan di atas rel kebenaran.
Kemudian bagaimana sehingga manusia bisa berkembang sampai saat ini? Dari tulang rusuk kanan Adam, Allah menciptakan seorang perempuan, yaitu Hawa. Setelah sekian lama mereka di dalam surganya Allah, mereka di turunkan ke bumi dan beranak cucu. Semenjak itulah bumi didiami oleh manusia dan beraktivitas dengan lingkungannya. Lama semakin lama hingga sekarang manusia berkembang dan terus beraktivitas sehingga keaslian bumi telah hilang. Dimana-mana terjadi pencemaran. Dan akhirnya bumi akan mencapai puncaknya, yaitu hancur alias kiamat...!
---
Kiamat...! Hari kiamat...! Apa aku mimpi ya?
Rayyan terbangun dari tidurnya. Mukanya pucat. Ia bernafas dengan tergesah-gesah kehausan kayak dikejar binatang buas.
Ia, aku mimpi. Apa ini teguran atau peringatan ya? Soalnya kemarin sore aku main bola. Saking asyiknya, aku bermain bola sampai menjelang magrib. Sholat ashar terlewatkan. Menjelang isya baru aku tiba di rumah. Karena sangat capek, setelah mandi aku langsung berbaring. Eh, lagi-lagi isya dan subuh terlewatkan.
Oh iya, aku ingat. Guru agama aku kan pernah bilang, kalau saat kita bangun pagi dan waktu subuh sudah terlewat kita masih bisa melaksanakan sholat subuh, meskipun jam sepuluh sekali pun baru kita bangun. Tapi dengan catatan, benar-benar kita tidak sengaja untuk bangun dengan terlambat.
Usai melaksanakan sholat subuh, Rayyan terpikir dengan mimpinya. Ia langsung mengambil bolanya lalu ia bayangkan bolanya seperti bumi, tempat dimana ia hidup. Dan suatu saat nanti buminya itu akan hancur.
---
Makassar, 2010/02/02
22:10 WITA

Arsad Ddin

Lahir di Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Saat ini bekerja di salah satu Perguruan Tinggi Swasta (PTS), Bekasi, Jawa Barat.

Cerpen - Mimpi Manis Sang Gadis Pelosok

Dua puluh menit telah berlalu Cicci memberi motivasi kepada anak-anak didiknya. Cicci sesekali bertutur sapa dengan orang-orang yang sengaja lewat di depan Masjid hanya untuk berjabat tangan sekaligus memberi selamat kepadanya atas prestasi yang ia dapatkan sebagai orang yang berpendidikan.
“Adik-adik sekalian, Kakak minta maaf karena konsentasi belajar kita di sore hari ini terganggu. Tetapi Kakak perlu sampaikan kepada kalian bahwa mereka yang menemui dan memberikan selamat kepada Kakak semuanya adalah teman-teman Kakak sewaktu Kakak masih seumuran dengan kalian. Jadi Kakak minta maaf kalau adik-adik jadinya tidak fokus belajar kali ini.”
“Kak, aku juga punya kakak perempuan. Kakak saya sepertinya seumuran dengan Kakak Cicci. Beberapa bulan yang lalu Kakak saya sudah menyelesaikan kuliahnya. Dia juga sudah diwi.... diwi... diwi....”
“Maksudnya, kakakmu sudah wisuda?”
“Iya, Kak Cicci. Wisuda maksud aku. Apa kakak Cicci mengenalnya?” Ujar Haura Nazhifa anak didik Cicci di TPA.
“Siapa nama kakakmu, Dek.”
“Ainun, Kak.”
“Oh, iya. Jadi Dek Haura adiknya Ainun Mahya, ya?”
“Iya, Kak.”
“Kakak Cicci mengenal kakakmu, Haura! Kami sangat akrab. Kakakmu teman sebangku kakak sewaktu kami sekolah SMP di desa tetangga. Kakakmu itu hobinya pelajaran IPS dan Matematika.”
Hari menjelang sore. Langit biru di ujung barat sana perlahan memerah. Suasana kampung yang berpenduduk kurang lebih dua ratus kepala keluarga terlihat makin sepi. Sembari menunggu waktu magrib tiba, Cicci Muazara Ulfa, demikian nama lengkap Kakak Cicci berbagi pengalamannya ketika masih bersama sahabatnya Ainun Mahya sewaktu masih duduk di bangku SMP.
“Dulu sewaktu masih SMP, kami selalu bersama-sama. Kalau bukan Kakak yang ke rumahnya, dia yang ke rumah Kakak. Kakak teringat, suatu ketiak dia bertanya kepada Kakak,
“Ci, apa cita-citamu?”
Kakak bertanya balik, “Apa itu cita-cita, Nun?”
Kemudian Ainun menjawab, “Cita-cita itu adalah keinginan atau kehendak yang selalu ada di pikiran untuk ingin kita wujudkan suatu saat nanti.”
Ainun melanjutkan pertanyaannya, “Suatu saat nanti Cicci mau menjadi apa, mau jadi presiden meneruskan Ibu Megawati Soekarno Putri, atau mau jadi bupati, jadi dokter, guru, petani, atau kamu mau jadi pedagang?”
Lalu Kakak menjawab pertanyaan Ainun tersebut, “Aku mau jadi pedagang. Jadi aku sebagai penjual, Ainun sebagai pembelinya!”
Setelah itu, kami tertawa dengan terbahak-bahak. Ainun menghela nafas sejenak.
Lalu Ainun berucap lagi, “Kamu itu cocoknya jadi tukang kayu aja. Kalau aku mau membangun rumah kamu yang jadi tukangnya. Nanti aku kasi kamu uang. Hehehe.”
“Ah, bagaimana bisa, Nun! Masak aku jadi tukang kayu. Aku kan cewek.” Ucapku dengan sedikit nada kesal.
“Kakak Cicci. Bagaimana ceritanya sehingga kalian bisa berpisah, Kak?” Tanya salah seorang anak didik Cicci, Mufida.
Sebelum Cicci menjawab pertanyaan anak didiknya itu, ia memperhatikan wajah-wajah anak didiknya. Nampak serius mendengarkan dan memperhatikan cerita Cicci.
“Adik-adikku yang manis. Jangan terlalu serius ya. Santai saja. Kita padukan antara santai dan serius. Jadinya santai tapi serius. Oke....!”
“Oke, Kakak.” Serentak anak-anaknya menjawab.
Cicci bagkit dari tempat duduknya, melangkah mendekati jendela masjid hendak ingin melihat sekeliling masjid apakah orang-orang sudah mulai berdatangan untuk melaksankan sholat magrib atau hanya sekadar menunggu waktu magrib tiba sambil mereka berdzikir seperti halnya yang dilakukan orang-orang kota. Akan tetapi belum satu pun ada yang terlihat datang. Wajar karena waktu masih menunjukkan pukul lima sore. Kebanyakan orang-orang di kampungnya baru pulang dari kebun mereka masing-masing.
Cicci pun kembali duduk di hadapan anak-anak didiknya, “Baiklah, Kakak akan menjawab pertanyaan Mufida. Setelah kami lulus SMP, kami ingin bersama-sama melanjutkan sekolah ke SMA. Tapi kami tidak punya biaya. Eh, sebelum Kakak Cicci lanjutkan cerinya, Kakak beritahu kalau SMA itu adik-adik adalah singkatan dari Sekolah Menengah Atas. Sekolah setelah kita sudah lulus SMP. Ada yang tahu tidak SMA itu seperti apa?”
“Tidak......” Jawab anak-anak itu dengan polosnya.
Sebelum Cicci melanjutkan kisah kenapa Cicci dan sahabatnya berpisah, Cicci menjelaskan kepada anak-anak didiknya tentang sekolah. Mulai dari PAUD, TK, SD, sampai pada perguan tinggi hingga anak-anaknya itu paham atau setengah paham dari penjelasan Cicci.
Beberapa menit berlalu Cicci menjelaskan tahap-tahap pendidikan formal tersebut, Cicci mulai melanjutkan ceritanya.
“Dulu, setelah kami lulus dari bangku SMP, kami punya rencana untuk melanjutkan SMA di kota dan pengennya kami bersama-sama. Namun karena kami sama-sama tidak ada biaya akhirnya kami pun batal berangkat ke kota. Satu tahun kemudian ada informasi jika pemerintah kabupaten menyediakan beasiswa kepada dua orang anak dari pedesaan untuk masuk di sekolah SMK Pertanian. Singkat cerita, Ainun terpilih saya tidak terpilih karena ada beberapa juga teman-teman yang mendaftar. Waktu itu salah seorang yang terpilih adalah seorang cowok, Kandar. Kandar sudah dua tahun menganggur lantaran kami semua bernasib sama, tidak punya biaya untuk sekolah. Akhirnya, Ainunlah dan Kandar yang terpilih untuk mendapat beasiswa tersebut. Setelah itu, Kakak tidak pernah bertemu lagi dengan Ainun.”
Dari cerita Cicci, anak-anak didiknya mengetahui kisahnya tersebut. Setelah dua hari telah berlalu, kedua teman Cicci berangkat ke kota untuk melanjutkan sekolah, Cicci pun meminta kepada kedua orang tuanya. Cicci ingin pergi merantau katanya. Akan tetapi orang tuanya tidak mengizinkan. Karena orang tuanya tidak mengizinkan Cicci pun menangis di depan kedua orang tuanya. Sambil menangis Cicci menyampaikan bahwa ingin melanjutkan sekolahnya.
Melihat keadaan Cicci, kedua orang tuanya pun ikut menangis. Sambil berkata kepada Cicci, Ibunya menyampaikan bahwa jika bersekolah mereka sangat mengizinkan. Tetapi, masalahnya kedua orang tuanya tidak sanggup membiayai sekolahnya. Sudah lulus SMP adalah suatu kesyukuran yang luar biasa. Sejak SMP Cicci boleh dikatakan tidak terbebani dengan soal pembayaran karena buku tulis dan seragam sekolah ia dapatkan dari pembagian sekolah.
Bahkan ia pun berangkat dari rumahnya seorang sendiri ke sekolah meski harus berjalan kaki kurang lebih empat kilo setiap harinya  untuk bisa sampai di sekolahnya.
Masalah uang memang sangat sulit mereka dapatkan. Jangankan untuk membiayai kebutuhan hidup dan biaya sekolah di kota melihat uang pun itu sangat jarang.
Cicci tetap memaksakan kehendaknya dan meminta ridho dan doa dari kedua orang tuanya. Meski tidak bisa sekolah tetapi Cicci bertekad untuk merantau ke kota. Ia punya keyakinan bahwa niatnya untuk menuntut ilmu suatu hari akan tercapai.
Meski kedua orang tuanya dipenuhi rasa kekhawatiran terhadap putri dan anak semata wayangnya itu, tetapi keduanya harus mengikhlaskan dan mengijinkan anaknya itu untuk menuruti keinginannya menuntut ilmu di kota.
Ia merantau ke kota dengan seorang diri. Sejak berangkat di desa hingga akhirnya Cicci tiba di kota selalu mendapatkan keberuntungan. Dengan bekal ilmu yang ia dapatkan selama duduk di bangku SMP sesampainya di kota dia langsung mencari masjid. Dari masjid itulah ia manfaatkan untuk bertanya kepada ustadz-ustadzah dan menceritakan semuan tentang dirinya.
Tahun pertama di kota dia tidak langsung lanjut ke SMA tetapi dia harus bekerja di warung makan. Pekerjaan pertamanya adalah sebagai tukang pel dan tukang cuci piring. Selain bekerja ia juga aktif dalam kegiatan keagamaan hingga akhirnya ia menjadi salah satu pembantu untuk mengajar di TPA.
Nasib baik berpihak dengan Cicci hingga akhirnya ia bisa melanjutkan pendidikannya lagi setelah terhenti selama dua tahun. Ia melanjutkan sekolahnya di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) di kota tersebut. Dan selepas lulus dari MAN ia mendapatkan beasiswa untuk kuliah di Timur Tengah, Mesir, negeri para Nabi.
Kini ia buktikan kepada orang-orang di desanya bahkan kepada dunia bahwa seorang anak dari desa dan seorang perempuan tidak perlu malu untuk berkeinginan menuntut ilmu. Julukan pelajar dan sebutan mahasiswa dari orang-orang sekeliling menjadi kebanggaan tersendiri yang semua remaja harus merasakannya hingga akhirnya menjadi suatu kenangan terindah.
---
“Assalamu Alaikum...”
“Waalaikum Salam Warahmatullahi Wabarakatuh.” Cicci dan anak-anak didiknya menjawab salam dari Ibu Diyah.
Ibu Diyah adalah guru ngaji Cicci sewaktu Cicci masih kecil. Dan kini anak Ibu Diyah, Mufida juga diajari oleh Cicci. Ibu Diyah sudah bertahun-tahun mengajar di Sekolah Dasar di desa Cicci. Ibu Diyah ditugaskan oleh negara untuk mengajar di desa tersebut hingga akhirnya Ibu Diyah mendapatkan suami dari salah seorang pemuda kampung yang gagah dan cerdas meski ia hanya tamatan Sekolah Dasar.
---
“Eh, anak-anak, kalian diajari apa sama Kakak Cicci?” Tanya Ibu Diyah kepada anak-anak didik Cicci sambil tersenyum ria.
“Mama, Kakak Cicci mengajari kami membaca dan menulis huruf Arab. Selain itu, kami juga mendengarkan pengalaman Kakak Cicci. Pokoknya asyik deh, Mamah.” Jawab Mufidah kepada mamanya.
Hari benar-benar mendekati petang dan sebentar lagi muaddzin akan mengumandangkan adzan magrib. Jamaah satu per satu mendatangi masjid. Ibu Diyah dan Cicci beserta anak-anak TPA sedang bersiap-siap untuk mengerjakan sholat magrib.
---
Bekasi, 2015

Cerpen - Muslimah Kampus


Usai shalat isyah, Ustadz Abdullah menghampiri Alief. Ia mengajak Alief mampir ke rumahnya. Mereka pun berjalan santai membelakangi masjid menuju rumah Ustadz Abdullah yang berada di sebelah timur masjid, tidak jauh dari masjid. Beberapa menit kemudian mereka pun sampai.
“Mari masuk, Antum tidak usah tegang begitu… hehehe.” Ustadz Abdullah mempersilahkan Alief masuk dalam rumahnya.
“Ia, Ustadz. Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh.”
“Waalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh.” Jawab Ustadz Abdullah sambil mempersilahkan Alief  masuk dalam rumah.
Alief tahu kalau Ustadz Abdullah tahu perasaannya malam itu. Alief terlihat tegang. Di raut wajahnya nampak malu kecil yang tidak dapat ia palingkan di hadapan Ustadz Abdullah. Ustadz pun tahu kalau Alief tahu ia memperhatikannya.
“Bagaimana, Lief? Bagaimana mimpi indahmu. Apakah Nak Alief masih ingin mewujudkan mimpi itu?”
Alief menarik nafasnya. Ia membaca lafadz basmalah dalam hatinya. Lalu ia mengangkat sedikit pandangannya, langsung bertatapan dengan Ustadz Abdullah. Nampaknya rasa groginya mulai luntur.
“Insya Allah, Ustadz.” Jawab Alief dengan singkat.
“Memang sudah saatnya Antum melaksanakan sunnah Rasulullah ini. Antum sudah mapan, baik materi maupun fisik. Saya rasa Antum mampu menjaga keluarga dan menafkahi isteri dan anak-anak Antum kelak. Insya Allah.”
Percakapan Ustadz Abdullah dengan Alief si pemuda tampan berkaca mata kuda[1] terus berlanjut sesekali diwarnai pekikan kecil dan canda. Ustadz Abdullah Nampak membolak-balik sebuah buku yang ada di atas meja di depan mereka. Dan pemuda tampan berkaca mata kuda itu serius mendengarkan nasehat dari Ustadz Abdullah. Meskipun apa yang disampaikan oleh Ustadz Abdullah sudah ia tahu, tapi ia harus mengerahkan pemahamannya sebab itu bukan perkara kecil. Itu adalah perkara pernikahan yang baginya pernikahan itu sesuatu yang sakral dan tidak boleh dipermainkan seperti pada umunya dengan mudah dilakukan oleh orang, menikah hari ini esok harinya cerai.
“…………………. Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya. Qur’an Surah An Nisa’ ayat 3………”
Ustadz Abdullah membacakan Al-Qur’an Surah An-Nisa’ Ayat tiga dan terus memberikan pandangan tentang pernikahan kepada Alief mulai dari kriteria seorang wanita yang shalehah, menjadi seorang suami yang shaleh dan amanah, mengurus anak-anak, menafkahi keluarga, berderma kepada sesama bagaimana agar senantiasa dibiasakan dalam keluarga yang membentuk keluarga islami, sampai pada poligami jika itu yang terbaik untuk agama.
Jarum panjang jam dinding yang ada di ruang tamu rumah Ustadz Abdullah telah berputar 360o sejak Ustadz Abdullah dan Alief memulai percakapan mereka.
“Wah, tidak terasa sudah satu jam kita ngobrol. Semoga ini bermanfaat buat kita.”
“Semoga ustadz. Khususnya buat saya.”
“Iya, Insya Allah. Dan semua itu bukanlah suatu dongeng. Karena saya sudah pengalaman, sudah melaluinya, sudah menikmati setitik nikmat yang antum belum pernah merasakan nikmat itu. Hehehehe…….” Ujar Ustadz Abdullah sambil sedikit bergurau.
Ustadz  Abdullah berdiri dari kursinya. Ia berjalan ke sebelah kirinya mengambil sebuah tas yang ada di atas rak buku. Ia membuka tas itu dan mengeluarkan sebuah buku berwarna merah muda kebiru-biruan. Covernya bergambar kartun muslimah berkerudung besar. Tebal buku itu kurang lebih dua ratus halaman.
“Buku ini membahas tentang wanita muslimah. Pengarangnya adalah salah seorang  mahasiswi di di Universitas Muhammadiyah Makassar. Ia sudah semester akhir dan Insya Allah dua bulan lagi dia akan wisuda.”
“Nama pengarangnya siapa Ustadz?” Tanya Alief.
“Ni Antum liat dan baca sendiri!”
“….Rismah Rukiyah Razak…..”
Alief membaca dengan seksama biografi sang penulis buku yang ada ditangannya. Dalam benaknya ia berpikir mungkin itulah seorang muslimah yang ustadz Abdullah akan perkenalkan pada dirinya sesuai kriteria calon isteri yang shaleha. Namun sejenak ia terhenti dari bacaannya yang tersisah beberapa baris lagi saat ustadz Abdullah mengeluarkan selembar foto ukuran 2R.
“Ini namanya Ayu Sartika. Ia juga sudah semester akhir di Politeknik Kelapa Sawit Citra Widya Edukasi. Ia mengambil program studi Manajemen Logistik. Beberapa bulan yang lalu ia sempat ke rumah menemui tantenya. Dan sekarang ia sudah di Bekasi, Jawa Barat untuk melanjutkan kuliahnya yang tersisah beberapa bulan lagi akan diwisuda.
Alief belum paham betul apa maksud sebenarnya ustadz Abdullah memperkenalkan muslimah-muslimah kampus tersebut. Yang ada dibenaknya adalah mungkin muslimah-muslimah kampus itulah yang akan jadi pilihannya. Sesaat kemudian ia berharap dan mulai menunggu tawaran dari ustadz Abdullah untuk memilih salah satu muslimah-muslimah kampus tersebut menjadi calon pelengkap tulang rusuknya.
“Subhanallah, hampir sepuluh tahun aku tak pernah merasakan rasa ini. Rasa ini terasa meluluhkan tulang-tulang dan otot-ototku. Rasa ini tak seindah waktu masih duduk dibangku MTs. Waktu itu, rasa seperti ini sempat aku rasakan. Namun tiba-tiba itu hilang dan membuat aku benci rasa seperti itu saat orang tuaku memindahkan aku mondok di Pesanteren. Dan sejak saat itulah pandangan serta perasaanku perlahan aku kubur untuk wanita dan gadis-gadis yang bukan muhrimku. Namun entah darimana datangnya rasa itu mulai mengakar lagi dihatiku, dan kini, saat ini, terasa rasa ini seakaan merindukan siraman air jernih untuk mengembangkan dan menyejukkan batang-batang, daun, dan ranting-rantingnya…”
“Kham…. Kham…. Apa yang Antum khayalkan? Apa menurut Antum muslimah-muslimah ini tidak ada yang sesuai dengan kriteria calon isteri yang Antum cari. Atau mungkin Antum mau tambah pilihan lagi?” Ujar Ustadz Abdullah bergurau.
Pemuda tampan berkacamata kuda itu tersendak dari lamunannya. Ia senyum sipu. Ia tak tahu harus memilih kalimat apa yang akan disampaikan ke ustadz Abdullah saat kata pilihan atas kedua muslimah kampus itu yang dari tadi ia tunggu untuk ia nyatakan kata pilihannya dan tiba-tiba ia punya kesempatan untuk menyampaikan pilihan itu.
“Subhanallah ustadz, jujur ana grogi dan terasa nyata ini tidak nyata meskipun nyata.”
“Ini nyata. Antum boleh menyampaikan pilihan Antum. Ini adalah pilihan Antum. Tapi untuk saat ini ana sarankan pilihan itu nanti saja Antum pastikan sebab ini masalah mulia dan serius. Antum tetap perlu memikirkan secara matang-matang.”
“Ia, ustadz. Alief percaya sama ustadz, dengan bantuan ustadz, saran, dan nasehat ustadz.”
“Mungkin langkah selanjutnya adalah Antum perlu shalat istikharah dan mendiskusikan kepada orang tua dan keluarga Antum.”
“Iya ustadz. Itu pasti. Insya Allah.”
“Oh, iya. Hampir ana lupa. Rismah Rukiyah Rasak ini adalah anak dari Ustadz Razak. Ayahnya teman ana sejak kuliah di Kairo, Mesir. Saat ini beliau sudah dua tahun di Maluku berdakwah dan mengajar di salah satu kampus disana. Rismah saat ini tinggal dirumahnya ditemani kakek dan neneknya, orang tua ibunya. Adik-adiknya ikut sama orang tuanya ke Maluku tanah kelahiran ayahnya. Dan anaknya yang bungsu juga tiggal sama Rismah. Berhubung anak ana juga kuliahnya di Makassar, jadi orang tua Rismah meminta ana agar Rahmah tinggal sama Rismah saja.
Dan si Ayu ini anak dari kakak isteri ana. Dia juga termasuk mahasiswi yang cerdas. Dia juga aktif di beberapa organisasi di kampusnya, Politeknik Kelapa Sawit Citra Widya Edukasi di Bekasi, Jawa Barat. Sewaktu ia liburan kemarin, ia menghabiskan waktunya bersama remaja-remaja masjid mengadakan kegiatan dan pengajian. Orang tuanya tinggal di Baras, Mamuju Utara.[2]
“Ia dik, Alief. Sejak ia liburan kemarin ia sangat sibuk. Semula aku tidak sangka pengetahuan agamanya cukup lumayan luas. Padahal kata orang tuanya, ia kuliah tentang kelapa sawit di Politeknik Kelapa Sawit Citra Widya Edukasi. Dan dia juga pernah cerita kalau teman-teman kuliahnya datang dari berbagai provinsi di Indonesia, ada yang dari Kalimantan, Jambi, Medan, Papua, Jakarta pokoknya dari Sabang sampai Merauke. Dan di kampusnya semua agama ada.” Ujar Umi Zahrah, isteri Ustadz Abdullah yang datang dari ruang tengah rumahnya sambil membawa tambahan kue dan sebuah cerek berwarna kuning emas berisi teh hangat.
“Kata Ayu, meskipun di kampusnya berbagai suku dan agama ada, tapi mereka rukun dan kompak. Disana seolah menjadi tempat pertemuan yang dipersiapkan untuk menanamkan wawasan nusantara dan saling berbagi rasa dari tiap-tiap daerah dan suku yang ada di Indonesia ditengah merosotnya nilai-nilai Pancasiala dikalangan masyarakat.” Kata Ustadz Abdullah menambahkan cerita isterinya.
Malam kian menghitam. Langit dipenuhi ribuan titik-titik bintang. Indah nan cantik meskipun tanpa kehadiran sang rembulan. Percakapan kecil antara Ustadz Abdullah dan isterinya dengan Alief si pemuda tampan terlihat santai dan serius. Tiba-tiba nada pesan berdering di HP Alief. Ia menarik HP-nya dari kantong baju kokonya.
“Ustadz, ustadzah, terima kasih banyak atas semuanya. Berhubung karena malam sudah larut, jadi mungkin Alief pamit pulang dulu. Dan kebetulan dirumah ada rekan kerja Alief kantor lagi menuggu. Kami ada janji malam ini.
“Antum tetap istiqomah. Dan jangan lupa shalat istikharah. Mohon pada Allah Subhana Wataala atas pilihan mana yang terbaik buat calon isteri Antum.”
“Insya Allah, ustadz. Syukran, Alief pamit dulu ustadz, ustadzah. Assalamu Alaikum.”
“Waalaikum salam warahmatullahi wabarakatuh.” Jawab Austadz Abdullah.
Alief pun bergegas pulang. Ia sedikit mempercepat langkahnya. Ia berjalan menuju jalan raya sesekali mengarahkan pandangannya ke setiap muda-mudi yang tengah asyik boncengan di atas motor yang melintas di depannya. Pemandangan seperti itu sudah tidak asing lagi di setiap kota-kota di seluruh Indonesia, termasuk di kotanya ini, Polewali Mandar.
---
Bekasi, 2012/05
Arsad Ddin

Lahir di Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Saat ini bekerja di salah satu Perguruan Tinggi Swasta (PTS), Bekasi, Jawa Barat.




[1]Kaca mata kuda adalah julukan bagi Alief yang diberikan oleh gadis-gadis cantik yang mengenalnya, khususnya di sekitar rumah dan di kantornya. Alief dijuluki pemuda tampan berkacamata kuda karena hampir ia tidak pernah mau memandang wajah-wajah cantik gadis-gadis yang naksir padanya. Ia hanya melihat ke depan dan menundukkan pandangannya.

[2]Sebuah kabupaten yang ada di Profinsi Sulawesi Barat

Cerpen - Bidadari Bumi


Walau tanpa kehadiran dewi malam yang selalu disanjung jutaan manusia di bumi, tapi kehadiran bintang-bintang mampu membuat malamku jadi indah dan begitu indah. Kedap-kedip cahayanya seolah mampu mengiringi alunan dawai yang perlahan kupetik satu per satu.
Malamku sangat indah. Ingin rasanya aku memohon pada Tuhan agar bumi ini terhenti walau hanya sedetik. Aku tak ingin suasana malam ini segera berlalu dan jadi kenangan. Aku ingin tetap bersama bintang-bintang berbagi kisah dan asa satu sama lain.
Sejenak aku terdiam. Seolah aku tak ingin memalingkan wajahku yang telah lama bersitatap dengan pernak-pernik langit. Satu diantara seribu pertanyaan penyebabnya. Sebuah pertanyaan yang seolah memaksa aku untuk segera mengetuk palu –Mengetuk palu? Kayak dipersidangan aja. Emang mau ke pengadilan? Kata orang, di pengadilan itu yang salah jadi benar yang benar jadi salah– Tapi aku masih bimbang dan ragu.
Aku betul-betul bingung. Tapi sungguh aku harus memilih. Namun siapa yang aku harus pilih? Apakah aku harus memilih Putri sementara Firah aku abaikan? Oh My Good...
Putri, temanku sejak SMP sampai saat ini. Bahkan kami satu almamater. Dia seumuran dengan aku. Baik dan perhatian. Seiring dengan perjalanan waktu, dewa amor menyatukan hati kami dalam cinta hingga akhirnya kami pun menjalin hubungan silaturrahmi dengan baik.
Firah, gadis belia yang cantik. Ia mengagumi aku. Aku maklum aja. Gadis seusia dia tentu mudah mengungkapkan apa yang dirasakannya tanpa berpikir panjang. Tapi syukurlah, dia tidak salah orang. (Kham... kham...). Dan entah kenapa, dengan kepolosannya dia dapat memenjarakan perasaanku. Batinku berbisik dialah yang terbaik untukku sekarang dan nanti.
Kini bintang-bintang mulai menari menghiasi panggung langit atas seraya mencoba menghibur aku sambil menunggu jawaban yang akan aku tutur.
Aku terpaku menengadah memandangi bintang-bintang. Kucoba melukis wajah kedua gadis pujaan hatiku yang selama ini mampu mengisi segenggam lubukku yang isinya seluas jagad raya. Kulukis  disela rimbunan ribuan bintang-bintang lalu bergantian aku tatapi.
Tuhan, sungguh Kau zat yang Maha Sempurna. Kau hadirkan dalam diriku bidadari-bidadari bumi. Dan sungguh aku harus memilih, tapi sungguh aku berat meninggalkan diantaranya.
Kedua wajah yang begitu mempesona bagiku kini menghiasi langit malam-Mu. Dan haruskah aku menyisahkan Firah tetap menjadi  pemandangan indahku dan Putri yang akan aku pilih jadi calon tulang rusukku? Ataukah Firah...
Tuhan, aku bukan putra Adam yang mau mendua apalagi poligami yang nantinya membuat luka dalam batin putri Hawa. Karena aku takut kelak aku tak mampu berlaku adil. Aku hanya ingin setia  melebihi setianya Group Band Armada meski berat berpisah diantara keduanya melebihi beratnya Caca Handika.
Banyak tokoh agama yang akhirnya berpisah dari isteri pertamanya karena isterinya tidak siap jika dia beristeri lagi. Hal itu cukup menjadi pelajaran buat aku sebagai laki-laki yang masih perlu belajar banyak tentang ilmu, khususnya ilmu agama. Meskipun alasan kejadian semacam itu hanya Allah dan mereka yang tahu, tapi dalam kaca mata orang awam seperti aku bahwa harta mungkin bisa dibagi rata, tapi batin mungkin sulit.
Tuhan, dari segi kecantikan, sungguh keduanya penjelmaan isteri Ali Bin Abi Thalib, Siti Fatimah.  Dari segi kekayaan, bagiku bukan suatu pertimbangan. Dari segi keturunan, keduanya keturunan baik-baik. Dan dari segi agamanya, keduanya calon penghuni surga, bukan wanita berkalung sorban yang meminta dizinahi.
Namun, dari segi mana aku harus mempertimbangkan untuk memilih? Jika aku memilih Putri, aku takut dia merasakan masa gadis tua, dan tentu hal itu terjadi, sebab aku tak ingin mengajaknya kepelaminan jika aku hanya mampu memberi mahar. Meskipun mahar itu adalah salah satu daftar rahasia Tuhan, tapi setidaknya kita mampu mengintipnya lewat usaha dan memahaminya dengan kondisi yang ada.
Jika aku memilih Firah, gadis belia yang memancarkan sinar kedewasaan, aku takut konsentrasi belajarnya terganggu yang perjalanannya masih terbentang jauh dihadapannya. Tapi aku janji, aku akan membimbing dan mendidik layaknya siswiku. Aku akan menjaganya. Jika aku menunggu nanti, aku takut aku akan menemukannya layaknya kaleng bekas. Dan janjiku bukanlah janji para caleg (calon legislatif) dan pemimpin yang hampa belaka.
Dewasa ini dunia semakin gila. Mungkin itu adalah salah satu alasan mengapa aku mendekati Firah. Aku ingin mengantarnya keusia yang lebih dewasa yang mampu membedakan yang baik dan yang buruk. Sama seperti Putri.
Di luaran sana banyak berkeliaran predator seks yang hanya mencari kesenangan belaka dan akhirnya lepas tangan. Saking sadisnya, tidak sedikit yang suka sama suka sesama jenis. Bahkan di negeri ini pernah marak diberitakan seorang lelaki yang memalsukan identitasnya jadi perempuan yang berujung ke pelaminan dengan lelaki tipuannya.
Terjebak dalam perangkap dosa lalu mengadu nasib dan jatuh bangun mengejar “cindol dan tape” alias cinta buta. Ah, aku tak ingin hal itu terjadi padamu...
Semoga pilihanku kali ini tidak salah. Dan semoga pula tidak seperti kesalahan yang pernah aku lakukan pada pemilu yang lalu. Aku salah memilih karena retorika dan kampanye kosong. Tidak jauh beda salahnya dengan orang-orang yang memilih calegnya yang tak mampu membawa perubahan ke arah yang lebih baik yang hanya melahirkan fitnah dan perpecahan. Maaf, kita hanya pemilih, tapi yang dipilih mengecewakan.
Malam kian larut. Bulan pun hadir menghiasi langit meski dalam bentuk yang tak sempurnah. Dan awan pun sibuk beterbangan yang tertiup oleh angin menghalau sinar-sianar langit. Jari-jemariku masih sibuk memainkan dawai mengatur bunyi indah  mengiringi tembang yang kualunkan untuk kedua bidadari cantik yang masih nampak terpapar dalam bingkai lukisanku di langit atas.
----------
Polewali Mandar, 2011/04
--
Arsad Ddin
 Lahir di Polewali Mandar, Sulawesi Barat. Saat ini bekerja di salah satu Perguruan Tinggi Swasta (PTS), Bekasi, Jawa Barat.


Ad Placement

Sastra

Puisi

Cerpen